dalam agama, manusia sebagai mahluk agung dan indefinitif dibikin beku dan kerdil di hadapan Tuhan. dengan dalih dosa awal, manusia telah tersulap menjadi sekedar kawanan domba bermahkotakan moral budak, yang di dalamnya kemunafikan dan kepalsuan terayomi.
-Friedrich Nietzsche-
Ada begitu berjubel perilaku manusia-manusia di abad millennium ketiga ini yang membutuhkan banyaknya perenungan. Sebuah proyeksi masa depan di mana harapan dan ketidak pastian saling menelikung satu sama lain, tapi dilain saat kadang malah berjalan beriringan manusia global merumuskan moralitas baru demi dunia yang lebih layak untuk ditinggali, tapi di lain pihak, dekadensi moral dan agama semakin menampakkan wujudnya yang begitu mencekam. Bom bunuh diri yang tersaji di depan hidung, terorisme, dan pembunuhan masal atas nama agama dan Tuhan semakin hari semakin tak ternalar. Tuhan yang begitu kuat di kerdilkan oleh hambanya sendiri sebagai sesuatu yang patut di bela mati-matian. Saya melipir. Bahkan dalam konteks yang sederhana seperti poligami pun saya tidak pernah setuju, karena menurut saya lebih baik menyakiti Tuhan yang jelas-jelas maha kuat dengan melakukan perselingkuhan, melacur dan bahkan masturbasi, daripada harus berpoligami yang berarti menyakiti hati makhluk lemah yang dalam hal ini tentu saja sang istri. Selingkuh yang saya maksud disini tentu bukan perselingkuhan yang melibatkan hati, melainkan perselingkuhan yang Cuma memakai penis dan bukan perasaan. Sex after lunch. Tak ada yang tertunduk dan menunduk. Jadi, kalau untuk sekala kecil saja nalar dan moralitas saya sebagai manusia tak dapat menerimah, apatah lagi untuk skala besar yang melibatkan begitu banyak nyawa manusia.
Pendeknya, kenapa saya lebih banyak mengamini pemikiran Nietzsche yang ateis itu ketimbang agama adalah karena Nietzsche menawarkan suatu moralitas yang lebih. Memang, ada beberapa orang yang menarik kesimpulan dengan serampangan, bahwa kelakuan umat beragama yang suka menteror, bermain bom, menculik dan bersikap barbar itu tak berbeda dari kaum Nietzschean dengan will to powernya (kehendak untuk berkuasa). Pandangan ini jelas keliru dan menyesatkan. Sang berucap jelas tidak memahami konteks yang di hadapi. Jelas ada perbedaan antara kelakuan orang-orang beragama diatas dengan konsep yang disodorkan Nietzsche lewat will to powernya. Sang pembunuh Tuhan ini jelas-jelas mengangkat martabat manusia dengan menempatkan manusia sebagai titik tertinggi. Ada semacam pengagungan moralitas tuan dalam pandangan Nietzsche ini. Dalam Will to Power terkandung suatu ketegaran hati dan mengutuk kelemahan moralitas budak. Ini di tandaskan oleh Nietzsche sendiri lewat idiomnya bahwa hidup adalah perjuangan. Singkatnya, Will to Power adalah sebuah logika kekuasaan yang mendasarkan manusia sebagai titik berbangkit.
Sementara yang terjadi dengan para penjihad sendiri adalah bahwa kelakuan <si kucing garong> mereka semacam pengejewantahan dari kekerdilan hati dan moralitas budak Sebuah sublimasi dari dekadensi moral yang sekaligus juga menempatkan dirinya sebagai musuh kemanusiaan. Sekarang jernih kau lihat, pada tindak-tanduk siapa moral memihak.
Dan sebagai penutup, saya kutipkan quote dari Dr. Singkop Boas Boangmanalau, MA:
Dalam sejarahnya, agama membutuhkan tekanan agar senantiasa terjaga, dan terjebak dalam ignoransi penggembalaan. Apa yang enggan di sentuh agama di bongkar secara radikal. Banalisasi dunia transcendental yang menjadi kegemaran Nietzsche, tak urung membuat agama kaget dan dipaksa mawas diri..
ps:
artikel ini di post langsung dari microsoft word, jadi soir kalo kecik nian.
Maret 27, 2008 pada 8:48 pm
jadi, intinya apa Ki?
betewe, kenapa ndak dijelaskan dulu, jihad itu apa sih Ki?
*duduk manis, minum es teh hangat*
Maret 27, 2008 pada 8:58 pm
lha, intinya saya pengen apdet blog… 😛
perkara antara judul dan isi itu nyambung apa gak, itu bukan urusan saya jeh, hwakakakakak……
Maret 27, 2008 pada 9:02 pm
apapun bro…
misalnya klo ko mo jadi budak, saya siap menjadi tuannya
*elus-elus pecut* 👿
Maret 27, 2008 pada 9:08 pm
kok bisa bareng gitu yak komennya??
jangan-jangan ente berdua lagi chek in di losmen melati…. 😛
*hembus-hembus gosip*
Maret 27, 2008 pada 9:21 pm
maaf Ki…
ngga level kalo di losmen melati 😎
udahlah…sana…jangan ganggu kami berdua…
saya jadi curiga, Ente sering cek in di losmen begituan ya?Maret 28, 2008 pada 12:54 am
Tu
Maret 28, 2008 pada 5:12 am
::lebih sering tak ku sadari apa perbuhan yg terjadi pada diriku, bagaimana semua itu berubah, maka tak ada yg ku amini, kecuali apa yang ada saja padaku…dan yang tersadari…sisa besar dariku hanya kebodohan…
Maret 28, 2008 pada 9:03 am
Nietzsche Vs agama. (2-2 nya nyata ada di dunia ini. Tetapi terasa fiksi dalam tulisan anda.)
Agama mana nih yang dimaksud. semua agama? masih Blur. Sebutkan saja agama-agamanya secara jelas. Biar jadi jelas pemikiran anda. Ga usah takut menyebutkannnya. Masa’ di dunia maya masih saja anda takut.
mohon penjelasannya. 🙂
Maret 28, 2008 pada 9:04 am
Ndak mudeng. *melacur*
Maret 28, 2008 pada 9:56 am
jadi, orang yang beragama belum tentu bermoral. begitukah? 🙄
Maret 28, 2008 pada 10:35 am
masih butuh definisi jihad di tulisan ini apa
kalo artinya pengorbanan yg membabi buta
maka aku adalah budak bagi keluargaku
Maret 28, 2008 pada 3:37 pm
Menurut saya Jihad itu membela diri!!! Jika anda di serang, apa yang anda lakukan???? apa hanya diam? tentu tidak. Anda akan berperang melawan yang menyerang anda.
Maret 28, 2008 pada 3:41 pm
@semua
sebenarnya tulisan ini sebagai jawaban untuk pertanyaan yg di ajukan oleh sickaholic666@yahoo.co.id melalui imel, yaitu bukannya antara Nietzsche dan teroris (mereka menyebutnya jihad) itu pada hakikatnya sama saja, hanya beda baju. Yang satu mengatasnamakan agama dan yang lain mengatasnamakan manusia unggul..
Jadi, pada dasarnya ini sanggahan saya atas isi imel tersebut. Kalo anda2 semua gak ngerti, ya itu bukan urusan saya, selama yg kirim imel itu ngerti dengan yang saya maksut, hwakakakak..
*melacur*..
Maret 28, 2008 pada 3:50 pm
Waaaaa
Kereeeeeeeen
Sip sip sip
Saya baru tahu tentang will of powernya itu
btw, ada pepatah Zen yang mengatakan
Apakah Tuhan telah mati? Bila engkau menjawab ya atau tidak. Engkau telah kehilangan sifat buddha mu.
Nietzche sepertinya telah kehilangan sifat Buddhanya.
Maret 28, 2008 pada 5:33 pm
Apapun kepercayaannya,
minumnya teh botolyang penting saling damai saja lah…*ndak nyambung karena ndak gitu ngerti
Maret 28, 2008 pada 6:49 pm
bingung..apa maksudnya????
nda mangarti ambo ha???
Maret 28, 2008 pada 7:37 pm
eh denger2 istri pertama Aa Gym minta cerai ya…?? 😀
(anjrit…gosip banget dah guwa)
Maret 28, 2008 pada 7:42 pm
jihad = ditampar pipi kiri…penggal yg nampar… 😀
dan tuhan pun menjadi sang maha impoten
(ups…tiap ke blog ini saya jadi liar)
*brangkat ke kali, kungkum biar ‘bersih’ lagi
Maret 28, 2008 pada 8:56 pm
nyanyi *love is my religion nya Ziggy Marley*
Maret 30, 2008 pada 2:10 am
Saya mencari nafkah untuk menghidupi anak istri juga merupakan jihad. Saya belajar untuk menambah bekal ilmu, itu juga jihad. Apakah dengan mencari nafkah buat anak istri dan belajar saya jadi kehilangan moralitas?
Poligami menyakiti istri. Terus selingkuh seperti yang digambarkan di atas (sex after lunch, hanya hubungan badan) tidak menyakiti hati wanita? Hanya wanita gila yang tidak sakit hati diselingkuhi. Moralitas macam apa yang dimiliki oleh pelaku selingkuh? Supaya seimbang, bolehlah dikatakan orang yang memiliki moralitas adalah mereka yang tidak poligami dan tidak selingkuh.
Sungguh aneh. Kalau tidak percaya agama, untuk apa menghakimi ajaran agama? Bukankah lebih baik bersih-bersih di rumah sendiri daripada membersihkan rumput tetangga?
Maaf, baru pertama, belum bisa menyelami jalan pikiran Sampeyan.
Maret 30, 2008 pada 4:30 am
@atas saya
lha, ente ga baca komen saya di atas ya? Jihad yg saya maksud disini ya tentu saja seperti definisi yg diajukan oleh seseorang yg bertanya lewat imel ituh, yaitu pentungin orang makan di bulan puasa, maen bom, perang lawan kapir. Dan dalam pertanyaan itu saya hanya di suruh membandingkan, antara sang agamis yg maen bom itu dgn kaum Nietzschean. Gak lebih..
Sekali lagi, ini hanya perbandingan.. selingkuh dalam artian melacur itu jelas gak terlalu menyakitkan daripada berbini ganda. Dan cuma orang gila yg terobsesi dgn surga yg ga sakit kalo di madu..
Maaf, di bagian mana ya saya menghakimi ajaran agama?? Saya cuma membandingkan kelakuan pemeluk satu agama yg suka bom-boman dengan seorang Nietzschean lho..
Maret 31, 2008 pada 2:53 am
saya ga menentang jihad atau apapun atas nama agama. Cuma yang saya tau seharusnya agama itu tidak mengajarkan tentang menyakiti sesama kan?saya juga ga paham betul tentang om Nietzsche ini, yang saya tau beberapa pemikirannya sejalan dengan pemikiran saya tentang hidup dan kehidupan. Tapi saya percaya pada Tuhan, bukan pada agamanya, karena Tuhan lebih murni dari semua hal.
April 2, 2008 pada 12:33 am
ada sebuah kutipan dari erick fromm: ketazkutan masalalu adalah menjadi budak, dan ketakutan di hari depan adalah menajdi robot…nah, saya lebih memilih menjadi budak dari pada menjadi robot, jika dihadapkan dengan dua pilihan konyol itu. nah…bung maunya apa???
salam!
April 2, 2008 pada 12:32 pm
@rumahteduh
saya tidak melihat relevansi antara pertanyaan saudara dgn entri di atas.. Jadi maaf, tidak akan saya jawab.
Jika anda ingin ngobrol tentang segala hal yang di luar entri silahkan add Y!M saya: qzink.rasydhi
salam
April 4, 2008 pada 3:01 am
sebernnya sy menangkap sedikit dari yg km smpaikan, dari balasan komen bahwa manusia yg mnghargai manusia lain untuk hidup itu lbh baik daripada sekedar legitimasi loyalitas thdp agama.. well, open aja sih sy.. itu bisa jadi adala sebuah settingan besar yg sistemik
April 5, 2008 pada 5:01 pm
lha…, komentar saya kok malah masuk di Budaya Muludan, yua? Padahal nulis komennya di sini lho… WP nya lg error kali y?
Monggo…
April 18, 2008 pada 8:24 pm
Lho, ditelen aki ismet ???
April 18, 2008 pada 8:25 pm
Mencoba untuk memahami….
🙄
April 20, 2008 pada 2:20 pm
Para budak sendiri menghadapi tekanan untuk memeluk islam. Patricia Crone, dalam sebuah analisis teori politik islam, mencatat bahwa setelah sebuah perang jihad di simpulkan “tahanan laki2 dapat di bunuh atau di perbudaj… Disebar dalam rumah tangga muslim, di dukung dan ditekan oleh yuan2 mereka, di kendalikan oleh kebutuhan untuk keterikatan dengan masyarakat, atau dengan perlahan, menjadi terbiasa dengan melihat melalui sidit pandang muslim walau mereka mencoba menolak,” Thomas Pellow, seorang inggris yang diperbudak di maroko selama 23 tahun setelah ditangkap saat anak2 di kapal kecil inggris tahun 1716, disiksa sampai ia mau menerima islam. Berminggu2 ia dipukuli dan tidak diberi makan, dan akhirnya menyerah setelah penyiksanya mengancam akan “membakar daging saya berkali2 setekah perlakuan paling kejam yang bisa dibayangkan.”
April 20, 2008 pada 2:29 pm
@daeng
So?
@qzink
Hmm…jihad aja apa semuanya nilai-nilai keagamaan nih? 😀
April 22, 2008 pada 2:24 pm
wow… saya kurang paham sama sastra. tapi untungnya saya nangkep apa yang dimaksud 😀